Rabu, 20 November 2013

Perusahaan yang Telah Menerapkan Utilitarianisme atau CSR



Utilitarianisme adalah paham dalam filsafat moral yang menekankan manfaat atau kegunaan dalam menilai suatu tindakan sebagai prinsip moral yang paling dasar, untuk menentukan bahwa suatu perilaku baik jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau masyarakat. dalam konsep ini dikenal juga “Deontologi” yang berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban. Deontologi adalah teori etika yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar baik buruknya suatu perbuatan adalah kewajiban seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, sebagaimana keinginan diri sendiri selalu berlaku baik pada diri sendiri.
Menurut paham Utilitarianisme bisnis adalah etis, apabila kegiatan yang dilakukannya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada konsumen dan masyarakat. jadi kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan sebaliknya malah memberikan kerugian.
Nilai positif Utilitarianisme terletak pada sisi rasionalnya dan universalnya. Rasionalnya adalah kepentingan orang banyak lebih berharga daripada kepentingan individual. secara universal semua pebisnis dunia saat ini berlomba-lomba mensejahterakan masyarakat dunia, selain membuat diri mereka menjadi sejahtera. berbisnis untuk kepentingan individu dan di saat yang bersamaan mensejahterakan masyarakat luas adalah pekerjaan profesional sangat mulia. dalam teori sumber daya alam dikenal istilah Backwash Effect, yaitu di mana pemanfaatan sumber daya alam yang terus menerus akan semakin merusaka kualitas sumber daya alam itu sendiri, sehingga diperlukan adanya upaya pelastarian alam supaya sumber daya alam yang terkuras tidak habis ditelan jaman.
Di dalam analisa pengeluaran dan keuntungan perusahaan memusatkan bisnisnya untuk memperoleh keuntungan daripada kerugian. proses bisnis diupayakan untuk selalu memperoleh profit daripada kerugian. Keuntungan dan kerugian tidak hanya mengenai finansial, tapi juga aspek-aspek moral seperti halnya mempertimbangkan hak dan kepentingan konsumen dalam bisnis. dalam dunia bisnis dikenal corporate social responsibility, atau tanggung jawab sosial perusahaan. suatu pemikiran ini sejalan dengan konsep Utilitarianisme, karena setiap perusahaan mempunyai tanggaung jawab dalam mengembangkan dan menaikan taraf hidup masyarakat secara umum, karena bagaimanapun juga setiap perusahaan yang berjalan pasti menggunakan banyak sumber daya manusia dan alam, dan menghabiskan daya guna sumber daya tersebut.
Kesulitan dalam penerapan Utilitarianisme yang mengutamakan kepentingan masyarakat luas merupakan sebuah konsep bernilai tinggi, sehingga dalam praktek bisnis sesungguhnya dapat menimbulkan kesulitan bagi pelaku bisnis. misalnya dalam segi finansial perusahaan dalam menerapkan konsep Utilitarianisme tidak terlalu banyak mendapat segi manfaat dalam segi keuangan, manfaat paling besar adalah di dalam kelancaran menjalankan bisnis, karena sudah mendapat ‘izin’ dari masyrakat sekitar, dan mendapat citra positif di masyarakat umum. namun dari segi finansial, Utilitarianisme membantu (bukan menambah) peningkatan pendapat perusahaan.

1.      Etika Utilitarianisme
Etika utilitarianisme adalah tentang bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan social politik, ekonomi dan legal secara moral.

2.      Kriteria dan Prinsi Etika Utilitarianisme
a.       Manfaat
b.      Manfaat Terbesar
c.       Manfaat terbesar Bagi Sebanyak Mungkin Orang

3.      Nilai Positif Etika Utilitarianisme
a.       Rasionalitas
b.      Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral
c.       Universalitas

4.      Utilitarianisme Sebagai Proses dan Sebagai Standar Penilaian
a.       Etika utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan, kebijaksanaan atau untuk bertindak.
b.      Etika Utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan.



5.      Analisis Keuntungan dan Kerugian
Manfaat dan kerugian sangat dikaitkan dengan semua orang yang terkait, sehingga analisis keuntungan dan kerugian tidak lagi semata-mata tertuju langsung pada keuntungan bagi perusahaan.
Analisis keuntungan dan kerugian dalam kerangka etika bisnis :
a.       Keuntungan dan kerugian, yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan.
b.      Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka uang.
Analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang.

6.      Kelemahan Etika Utilitarianisme
a.       Manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit.
b.      Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan niali suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.
c.       Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang.
d.      Variable yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.
e.       Seandainya ketiga criteria dari etika utilitarianisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan prioritas di antara ketiganya.
f.       Etika utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau CSR (corporate social responsibility)

Kini jadi frasa yang semakin populer dan marak diterapkan perusahaan di berbagai belahan dunia. Menguatnya terpaan prinsip good corporate governance seperti fairness, transparency, accountability, dan responsibility telah mendorong CSR semakin menyentuh “jantung hati” dunia bisnis.

Di tanah air, debut CSR semakin menguat terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No. 40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).
Namun, UU PT tidak menyebutkan secara terperinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.” PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh peraturan pemerintah yang hingga kini belum dikeluarkan.
Akibatnya, standar operasional mengenai bagaimana menjalankan dan mengevaluasi kegiatan CSR masih diselimuti kabut misteri. Selain sulit diaudit, CSR juga menjadi program sosial yang “berwayuh” wajah dan mengandung banyak bias.
Banyak perusahaan yang hanya membagikan sembako atau melakukan sunatan massal setahun sekali telah merasa melakukan CSR. Tidak sedikit perusahaan yang menjalankan CSR berdasarkan copy-paste design atau sekadar “menghabiskan” anggaran. Karena aspirasi dan kebutuhan masyarakat kurang diperhatikan, beberapa program CSR di satu wilayah menjadi seragam dan seringkali tumpang tindih.
Walhasil, alih-alih memberdayakan masyarakat, CSR malah berubah menjadi Candu (menimbulkan kebergantungan pada masyarakat), Sandera (menjadi alat masyarakat memeras perusahaan), dan Racun (merusak perusahaan dan masyarakat).

Contoh Perusahaan yang Telah Menerapkan Utilitarianisme atau CSR

Sejak didirikan pada 5 Desember 1933Unilever Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan terdepan untuk produk Home and Personal Care serta Foods & Ice Cream di Indonesia. Rangkaian Produk Unilever Indonesia mencangkup brand-brand ternama yang disukai di dunia seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Walls, Blue Band, Royco, Bango, dan lain-lain.

Selama ini, tujuan perusahaan kami tetap sama, dimana kami bekerja untuk menciptakan masa depan yang lebih baik setiap hari; membuat pelanggan merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan melalui brand dan jasa yang memberikan manfaat untuk mereka maupun orang lain; menginspirasi masyarakat untuk melakukan tindakan kecil setiap harinya yang bila digabungkan akan membuat perubahan besar bagi dunia; dan senantiasa mengembangkan cara baru dalam berbisnis yang memungkinkan kami untuk tumbuh sekaligus mengurangi dampak lingkungan.

Saham perseroan pertamakali ditawarkan kepada masyarakat pada tahun 1981 dan tercatat di Bursa Efek Indonesia seja 11 Januari 1982. Pada akhir tahun 2011, saham perseroan menempati peringkat keenam kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia. Cleaning productPerseroan memiliki dua anak perusahaan : PT Anugrah Lever (dalam likuidasi), kepemilikan Perseroan sebesar 100% (sebelumnya adalah perusahaan patungan untuk pemasaran kecap) yang telah konsolidasi dan PT Technopia Lever, kepemilikan Perseroan sebesar 51%, bergerak di bidang distribusi ekspor, dan impor produk dengan merek Domestos Nomos.

Bagi Unilever, sumber daya manusia adalah pusat dari seluruh aktivitas perseroan. Kami memberikan prioritas pada mereka dalam pengembangan profesionalisme, keseimbangan kehidupan, dan kemampuan mereka untuk berkontribusi pada perusahaan. Terdapat lebih dari 6000 karyawan tersebar di seluruh nutrisi.

Perseroan mengelola dan mengembangkan bisnis perseroan secara bertanggung jawab dan berkesinambungan. Nilai-nilai dan standar yang Perseroan terapkan terangkum dalam Prinsip Bisnis Kami. Perseroan juga membagi standar dan nilai-nilai tersebut dengan mitra usaha termasuk para pemasok dan distributor kami. Perseroan memiliki enam pabrik di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Bekasi, dan dua pabrik di Kawasan Industri Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, dengan kantor pusat di Jakarta. Produk-produk Perseroan berjumlah sekitar 43 brand utama dan 1,000 SKU, dipasarkan melalui jaringan yang melibatkan sekitar 500 distributor independen yang menjangkau ratusan ribu toko yang tersebar di seluruh Indoneisa. Produk-produk tersebut didistribusikan melalui pusat distribusi milik sendiri, gudang tambahan, depot dan fasilitas distribusi lainnya.
Sebagai perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial, Unilever Indonesia menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang luas. Keempat pilar program kami adalah Lingkungan, Nutrisi, Higiene dan Pertanian Berkelanjutan. Program CSR termasuk antara lain kampanye Cuci Tangan dengan Sabun (Lifebuoy), program Edukasi kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent), program Pelestarian Makanan Tradisional (Bango) serta program Memerangi Kelaparan untuk membantu anak Indonesia yang kekurangan gizi (Blue Band).

Unilever Indonesia Memiliki Visi :
Empat pilar utama dari visi kami menggambarkan arah jangka panjang dari perusahaan  kemana tujuan kami dan bagaimana kami menuju ke arah sana.
a.)    Kami bekerja untuk membangun masa depan yang lebih baik setiap hari
b.)    Kami membantu orang-orang merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan dengan brand dan pelayanan yang baik bagi mereka dan bagi orang lain
c.)    Kami menjadi sumber inspirasi orang-orang untuk melakukan hal kecil setiap hari yang dapat membuat perbedaan besar bagi dunia
d.)   Kami akan mengembangkan cara baru dalam melakukan bisnis dengan tujuan membesarkan perusahaan kami dua kali lipat sambil mengurangi dampak lingkungan

Kami selalu percaya akan kekuatan brand kami dalam meningkatkan kualitas kehidupan orang-orang dan dalam melakukan hal yang benar. Semakin bertumbuhnya bisnis kami, meningkat pula tanggung jawab kami. Kami mengenali tantangan global seperti perubahan iklim yang menjadi kepedulian kita bersama. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari tindakan kami selalu menyatu dalam nilai-nilai kami dan merupakan bagian fundamental mengenai siapa diri kami.

Sumber :

Senin, 04 November 2013

Pelanggaran Etika Bisnis oleh PT.Megasari Makmur

Perjalanan obat nyamuk bermula pada tahun 1996, diproduksi oleh PT Megasari Makmur yang terletak di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. PT Megasari Makmur juga memproduksi banyak produk seperti tisu basah, dan berbagai jenis pengharum ruangan. Obat nyamuk HIT juga mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tangguh untuk kelasnya. Selain di Indonesia HIT juga mengekspor produknya ke luar Indonesia.
Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.

ANALISIS :
Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu?
Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab.
Lain halnya pendapat para kritikus pada pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan tindakan kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan bebas dalam tindakan bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan perusahaan, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu.
Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu.
Kita mengetahui bahwa Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran perusahaan besarpun berani untuk mmengambil tindakan kecurangan untuk menekan biaya produksi produk. Mereka hanya untuk mendapatkan laba yang besar dan ongkos produksi yang minimal. Mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya . dalam kasus HIT sengaja menambahkan zat diklorvos untuk membunuh serangga padahal bila dilihat dari segi kesehatan manusia, zat tersebut bila dihisap oleh saluran pernafasan dapat menimbulkan kanker hati dan lambung.
Dan walaupun perusahaan sudah meminta maaf dan juga mengganti barang dengan memproduksi barang baru yang tidak mengandung zat berbahaya tapi seharusnya perusahaan jugamemikirkan efek buruk apa saja yang akan konsumen rasakan bila dalam penggunaan jangka panjang. Sebagai produsen memberikan kualitas produk yang baik dan aman bagi kesehatan konsumen selain memberikan harga yang murah yang dapat bersaing dengan produk sejenis lainnya. 


Penyelesaian Masalah yang dilakukan PT.Megasari Makmur dan Tindakan Pemerintah
Pihak produsen (PT. Megasari Makmur) menyanggupi untuk menarik semua produk HIT yang telah dipasarkan dan mengajukan izin baru untuk memproduksi produk HIT Aerosol Baru dengan formula yang telah disempurnakan, bebas dari bahan kimia berbahaya. HIT Aerosol Baru telah lolos uji dan mendapatkan izin dari Pemerintah. Pada tanggal 08 September 2006 Departemen Pertanian dengan menyatakan produk HIT Aerosol Baru dapat diproduksi dan digunakan untuk rumah tangga (N0. RI. 2543/9-2006/S).Sementara itu pada tanggal 22 September 2006 Departemen Kesehatan juga mengeluarkan izin yang menyetujui pendistribusiannya dan penjualannya di seluruh Indonesia.

Undang-undang
Jika dilihat menurut UUD, PT Megarsari Makmur sudah melanggar beberapa pasal, yaitu :
  1. Pasal 4, hak konsumen adalah :
Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.
Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.
PT Megarsari tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya tentang adanya zat-zat berbahaya di dalam produk mereka.Akibatnya, kesehatan konsumen dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya produksi HIT.
  1. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”
PT Megarsari tidak pernah memberi indikasi penggunaan pada produk mereka, dimana seharusnya apabila sebuah kamar disemprot dengan pestisida, harus dibiarkan selama setengah jam sebelum boleh dimasuki lagi.
  1. Pasal 8
Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”
PT Megarsari tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk HIT tersebut tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi barang tersebut.Seharusnya, produk HIT tersebut sudah ditarik dari peredaran agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi mereka tetap menjualnya walaupun sudah ada korban dari produknya.
  1. Pasal 19 :
Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”
Menurut pasal tersebut, PT Megarsari harus memberikan ganti rugi kepada konsumen karena telah merugikan para konsumen.

Tanggapan :

PT. Megarsari Makmur sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan memasukkan 2 zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen yang menggunakan produk mereka. Salah satu sumber mengatakan bahwa meskipun perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji menarik produknya, namun permintaan maaf itu hanyalah sebuah klise dan penarikan produk tersebut seperti tidak di lakukan secara sungguh –sungguh karena produk tersebut masih ada dipasaran.
Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Megarsari Makmur yaitu Prinsip Kejujuran dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada konsumennya mengenai kandungan yang ada pada produk mereka yang sangat berbahaya untuk kesehatan dan perusahaan juga tidak memberi tahu penggunaan dari produk tersebut yaitu setelah suatu ruangan disemprot oleh produk itu semestinya ditunggu 30 menit terlebih dahulu baru kemudian dapat dimasuki /digunakan ruangan tersebut.
Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh dilakukan asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini perusahaan seharusnya lebih mementingkan keselamatan konsumen yang menggunakan produknya karena dengan meletakkan keselamatan konsumen diatas kepentingan perusahaan maka perusahaan itu sendiri akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan / loyalitas konsumen terhadap produk itu sendiri.
Sumber : http://nildatartilla.wordpress.com/2013/02/09/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis-oleh-pt-megasari-makmur/

Rabu, 02 Oktober 2013

Pelanggaran Etika Bisnis Yang Terjadi Pada Era Globalisasi



Globalisasi adalah nama dari revolusi dunia yang hampir menyentuh seluruh sendi kehidupan manusia, bahkan menyentuh relung hati yang paling dalam. Dari sisi ekonomi, globalisasi ditandai dengan adanya kapatilisme pasar bebas. “Mahkluk “ inilah yang menjadi tulang punggung globalisasi. Prinsipnya, semakin kita membiarkan kekuatan pasar berkuasa dan semakin kita membuka perekonomian bagi perdagangan bebas dan kom-petisi, perekonomian anda akan semakin efisien dan berkembang pesat.
Munculnya revolusi industri yang membawa perubahan secara derastis dan sangat penting adalah awal dari globalisasi di bidang ekonomi. Adanya mesin uap menimbulkan perubahan pada pertanian yang tadinya menggunakan bajak, dengan tenaga sapi, kerbau, sekarang diganti dengan traktor dan buldozer yang bertenaga luar biasa. Kemudian muncul pula tenaga kerja yang mulai mnerima upah, dengan demikian penghasilan keluarga menjadi bertambah. Bertambahnya penghasilan keluarga ini, mereka mampu membeli barang lain, yang dibuat orang lain pula. Akhirnya ekonomi tumbuh pesat dan memberi peluang berkembangnya pabrik-pabrik, perdagangan besar, perdagangan eceran, dan perusahan jasa baik perorangan maupun persekutuan.
Globalisasi menyebabkan sistem ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk di dalamnya barang-barang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rin-tangan perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan sistem transportasi seperti internet dan pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya.
Globalisasi dalam dunia bisnis menyebabkan perkembangan ekonomi berkembang dengan pesat. Hal yang terjadi dalam kegiatan ini antara lain tukar menukar, jual beli, memproduksi, memasarkan, dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperdulikan etika dan norma berbisnis yang ada. Terjadi demikian dikarenakan adanya persaingan antara perusahan bisnis, baik nasional maupun  multinasional. Perusahaan multinasional ini beroperasi di negara-negara dengan ragam budaya dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.
Pelanggaran etika bisnis di era globalisasi ini merupakan hal yang wajar dan biasa saja. Besarnya  perusahaan dan pangsa pasar, tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran etika berbisnis sekalipun telah diawsai dengan ketatnya per-aturan. Banyak pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh para pembisnis yang tidak bertanggung jawab. Hal ini membuktikan terjadinya persaingan bisnis yang tidak sehat dengan tujuan untuk menguasai pangsa pasar dan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya demi kemajuan perusahaan tanpa memperdulikan etika berbisnis. Menghalalkan segala cara adalah salah satu cara untuk menguasai pangsa pasar dan mencari keuntungan yang besar.  Dengan demikian, untuk mewujudkan bisnis yang menguntungkan dan sehat,  maka etika dan norma bisnis harus dijalankan tanpa harus menghalalkan segla cara bahkan mengorbanak lawan bisnis.
Oleh karen itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang etika bisnis dan bagaimana bisnis yang mguntungkan tanpa melanggar hukum dan aturan bisnis.

Definisi Etika Bisnis
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, ethos atau taetha yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat. Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan dan suara hati. Etika juga dapat didefi-nisikan sebagai A set of rules thet define right and wrong conducts. Seperangkat aturan atau undang-undang yang menentukan pada prilaku benar dan salah.
 Sedangkan bisnis menurut Hughes dan Kapoor ialah business is the organaized effort of individuals to produce and sell for a profit, the goods and services that satisfy sosiety’s needs. The general term business refers to all such effors within a society or withen and industry. Maksudnya bisnis adalah suatu kegiatan  usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara umum kegiatan ini ada dalam masyarakat dan ada dalam industri.
Dari pengertian diatas maka etika bisnis dapat disimpulkan yaitu aplikasi etika umum yang mengatur prilaku bisnis. Norma moralitas merupakan landasan yang menjadi acuan bisnis dalam prilakunya. Dasar prilaku tidak hanya hukum-hukum ekonomi dan mekanisme pasar saja yang mendorong prilaku bisnis itu tetapi nilai moral dan etika juga menjadi acuan penting yang harus dijadikan landasan kebijakannya.
Pengelolaan bisnis dalam konteks pengelolaan secara etik mesti menggunakan landasan norma dan moralitas umum yang berlaku di masyarakat. Penilaian keberhasilan bisnis tidak saja ditentukan oleh keberhasilan prestasi ekonomi dan finansial semata tetapi keberhasilan itu di ukur dengan tolak ukur paradigma moralitas dan nilai-nilai etika terutama pada moralitas dan etika yang dilandasi oleh nilai-nilai soaial dan agama. Tolak ukur ini harus menjadi bagian yang integral dalam menilai keberhasilan suatu bisnis.
Secara ideal memang diharapkan komitmen aplikasi etika bisnis muncul dari dalam bisnis itu sendiri (para pengelola bisnis) seperti para pemilik, manajer, karyawan dan seluruh peran decision maker di dalam bisnis. Perlu melibatkan peran dan kepentingan stake holders lain yang secar etis harus juga diuntungkan (dalam artian diperlakukan secara adil) oleh pengelola bisnis. Oleh karena itu, etika bisnis diaplikasikan di samping oleh prilaku bisnis itu sendiri sebagai komitmen diri yang memang muncul tuntutan dari dalam bisnis itu sendiri sebagai tuntutan profesionalisme pengelola bisnis. Tetapi juga oleh akibat dan tujuan yang akan diraih oleh lingkungan dan sosial yang ikut serta mendukung tujuan bisnis itu sendiri dalam jangka waktu panjang di masa datang.
Etika bisnis dalam implementasinya akan mengacu pada norma dan moralitas di masyarakat di mana bisnis itu eksis atau beroprasi. Oleh karena itu, secara konseptual implementasi etika bisnis di dalam kegiatan bisnis dapat disusun urut-urutannya bahwa etika didasarkan pada norma dan moralitas. Dasar dari etika tersebut maka etika bisnis mendasarkan pada moralitas dan norma, tetapi juga hukum dan peraturan yang berlaku di masyarakat.

Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun 1970-an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980-an dan menjadi fenomena global di tahun 1990-an. Jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filusuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagi suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Ironosnya justru negara Amerika yang paling gigih menolak kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali. Ketika sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri negara-negara maju ysng menjadi penyebab global warming agar dibatasi, Amerika menolaknya. 

Bentuk Pelanggaran yang Terjadi Dalam Dunia Bisnis
Suatu kenyataan skarang ini yang kita hadapi dalam masyarakat adalah tentang prilaku menyimpang dari ajaran agama, moral, dan merosotnya etika bisnis. Tumbuh gejala kurangnya rasa solidaritas, tanggungjawab sosial, tingkat kejujuran, saling curiga, dan sulit percaya kepada seorang pengusaha jika berhubungan untuk pertama kali. Kepercayaan baru terbentuk jika sudah terjadi transaksi beberapa kali. Namun ada saja yang mencari peluang untuk menipu, setelah terjadi hubungan dagang yang mulus dan lancar beberapa kali, dan pembayaran lancar kalau sudah saling percaya. Tapi akhirnya yang astu menipu yang lainnya, memanfaatkan kepercayaan yang baru terbentuk.
 Gejala persaingan yang tidak sehat, menggunakan cek mundur dan cek kosong, utang menunggak tidak dibayar, penyogokan, saling mematikan di antara pesaing dengan cara membuat isu negatif terhadap lawan, dan komersialisasi birokrasi tampaknya merupakan hal biasa. Hal yang kurang etis sering pula dilakukan dalam hal memotong relasi saingan. Apabila seseorang mempunyai langganan setia, kemudian oleh lawannya disaingi dengan menawarkan barang dengan harga yang lebih murah, malah kadang-kadang harga rugi. Ini akan berakibat mematikan saingan dan merugikan diri sendiri dan sama sekali tidak etis.
 Pelanggaran etika atau diabaikannya prilaku etis dijumpai diberbagai bidang pada profesi, antara lain terlihat dalam profesi sebagi berikut:
Pada profesi akuntan misalnya membantu sebuah perusahaan dalam keringanan pajak, seperti mengecilkan jumlah penghasilan dan memperbesar pos biaya. Contoh lain Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum adalah sebuah perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas misalnya sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotis dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola, dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit.

Berbisnis Dengan Etika Bisnis
Pelaksanaan etika bisnis di masyarakat sangat didambakan oleh semua orang. Namun banyak pula orang yang tidak ingin melaksanakan etika ini secara murni. Mereka masih berusaha melanggar perjanjian, manipulasi dalam segala tindakan. Meraka kurang memahami etika bisnis, atau mungkin saja mereka paham, tetapi memang tidak mau melaksnakan. Etika bisnis sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis, karena hal ini akan mendukung terjadinya persaingan secara sehat di antara para pengusaha. Begitu pen-tingnya etika bisnis maka ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis, yaitu sebagai berikut:
  1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas sebagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Sasaran ini lebih ditujukan kepada para manajer dan pelaku bisnis, dan sering lebih berbicara mengenai bagaimana perilaku bisnis itu yang baik dan etis, maka dalam lingkupnya yang pertama ini sering kali etika bisnis disebut etika manajemen.
  2. Untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak bolaeh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga. Pada sasaran ini, etika bisnis bisa menjadi subversif. Subversif karena ia menggugah, mendorong, dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk tidak dibodoh-bodohi, dirugikan, dan diperlakukan secara tidak adil dan tidak etis oleh praktek bisnis pihak manapun. 
  3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Lingkup yang ketiga ini, etika bisnis lebih menekankan kerangka legal-politis bagi praktek bisnis yang baik, yaitu pentingnya hukum dan aturan bisnis serta peran pemerintah yang efektif menjamin keberlakuan aturan bisnis tersebut secara konsekuen tanpa pandang bulu. 
Ketiga lingkup dan saaran etika bisnis ini berkaitan erat satu dengan yang lainnya, dan bersama-sama menetukan baik tidaknya, etis tidaknya, praktek bisnis. Dengan demikian, praktek bisnis diharapkan lebih mementingkan etika dan moral tidak hanya merugikan satu pihak tapi dapat menciptakan bisnis yang beretika, sehingga satu sama lain saling diuntungkan.
Untuk menciptakan suasana bisnis yang sesuai dengan etika bisnis, maka ada beberapa pinsip yang harus dijalanakan oleh para pelaku bisnis, yaitu sebagai berikut:
  • Prinsip otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertidak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan. Orang bisnis yang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajiban dalam dunia bisnis. Ia tahu mengenai bidang kegiatannya, situasi yang dihadapinya, apa yang diharapkan dirinya, tuntutan dan aturan yang berlaku bagi bidang kegiatannya, sadar dan tahu akan keputusan dan tindakan yang akan diambilnya serta resiko atau akibat yang akan timbul baik bagi dirinya dan perusahaan maupun pihak lain.
  • Prinsip kejujuran
Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
  • Prinsip keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis entah dalam relasi eksternal maupun relasi internal perusahaan perlu diperlakukan sesuai denagn haknya masing-masing. Keadilan menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.
  • Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle)
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntngkan semua pihak. Dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan suatu win-win situation.
  • Prinsip integritas moral
Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya maupun perusahaannya. Dengan kata lain, prinsip ini merupakan tuntutan dan dorongan dari dalam diri pelaku dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan.

Kelima prinsip ini menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis, dan sebaiknya semua praktek bisnis yang bertentanag dengan kelima prinsip ini harus dilarang. Misalnya, monopoli, kolusi, nepotisme, manipulasi, hak istimewa, perlindungan politik, dan sete-ruanya harus dilarang karena bertentangan dengan prinsip-prinsip etika bisnis. Denagan demikian, apabila semua pelaku bisnis sadar dan menjalankan prinsip-prinsip bisnis tersebut, maka hal ini akan menimbulkan suasana bisnis yang kondusif, saling mengun-tungkan, dan berbisnis sesuai dengan etika bisnis.


Sumber : http://cecepmulyana1986.blogspot.com/2012/12/etika-bisnis.html